Teh Herbal, Dari Pulau Dewata Untuk Dunia
- Minyak Oles Bokashi
- 4 Mei 2020
- 4 menit membaca
Diperbarui: 5 Des 2022
Sosok pria enerjik dengan wawasan yang cemerlang itu senantiasa menjadi sumber inspirasi dalam mengembangkan usaha bisnis, karena kerja keras merintis usaha berbasis obat-obatan tradisional Minyak Oles Bokashi (MOB) kini telah diakui manfaatnya oleh konsumen di Bali, Indonesia dan masyarakat dunia.
Sukses mengembangkan obat-obatan tradisional yang diracik dari ratusan jenis tanaman obat yang dipelihara dan dirawat secara khusus pada hamparan seluas delapan hektar di Desa Bengkel, Kecamatan Busungbiu, Kabupaten Buleleng itu, kini lagi mempunyai obsesi untuk mengembangkan teh herbal dari Bali untuk masyarakat mancanegara.
Meskipun Bali tidak memiliki hamparan tanaman teh seperti di daerah Cisarua, Ciwidey, Jawa Barat maupun Brebes, Wonosobo, Jawa Tengah, namun telah memiliki pengalaman untuk memproduksi teh herbal selama 20 tahun, tutur Direktur Utama PT Karya Pak Oles Tokcer, Dr. Ir. Gede Ngurah Wididana, M.Agr yang akrab disapa Pak Oles.
Pria kelahiran Desa Bengkel, Buleleng 9 Agustus 1961 itu dalam aktivitas bisnisnya telah memproduksi 13 jenis teh herbal yang kini dapat dinikmati masyarakat Bali, konsumen nasional maupun mancanegara. Hal itu menjadi modal besar yang tidak bisa dinilai dengan uang untuk menjadikan Bali sebagai pusat produksi teh herbal di Indonesia dan dunia. Bali dengan keunggulan pariwisatanya, mempunyai kelebihan dibanding daerah lain di Indonesia.
Alumnus S-3 IHDN Denpasar yang kini berubah status menjadi Universitas Hindu Negeri I Gusti Bagus Sugriwa Denpasar itu, dengan semangat dan tekad yang āmembaraā terus fokus berkarya mengembangkan industri teh herbal. Suami dari Komang Dyah Setuti itu, bertekad mampu menjadikan daerah tujuan wisata Pulau Bali sebagai model produksi dan pemasaran teh herbal yang sangat dekat dengan SPA, pijat dan usaha bisnis sektor pariwisata lainnya.
Keberhasilan mengembangkan industri herbal tersebut, tentu dengan dukungan kerja keras penelitian Institut Pengembangan Sumberdaya Alam (IPSA) Bali di Bengkel yang menghasilkan berbagai jenis ilmu terapan dalam herbal berbasis informasi Usada Bali, jamu Nusantara, Tradisional Chinese Medicine, Ayurveda dan herbal etnik lainnya yang digunakan oleh suku-suku tradisional di berbagai penjuru dunia. Produk herbal yang diproduksi oleh Industri herbal Pak Oles yakni berbasis minyak fermentasi dengan teknologi Effective Microorganisme (EM) temuan Prof. Dr. Teruo Higa dari Jepang serta informasi dari Ramuan Pusaka Dadong Bandung yang merupakan ramuan warisan dari nenek Pak Oles (almarhum).
Teh herbal merupakan produk herbal Gede Ngurah Wididana terdiri atas 13 jenis varian, termasuk produk yang teranyar Teh Bukit Hexon Daun Jati Cina. Semua jenis teh herbal tersebut diproduksi dari bahan-bahan alami yang mempunyai cita rasa yang khas masing-masing memiliki keunggulan.
Pak Oles, sosok ayah dari dua putra dan dua putri dalam mengembangkan industri teh herbal menggunakan merk Bukit Hexon, atau herbal extract antioksidan. Bukit Hexon, sebuah perbukitan yang berlokasi di Desa Lemukih, Kabupaten Buleleng. Tempat tersebut sebelumnya bernama Bukit Sandeh, yang cukup terisolir, namun berkat sentuhaan pembangunan menyangkut berbagai aspek kehidupan masyarakatnya kini dihubungkan dengan jalan yang mulus.
Nama Bukit Hexon kini lebih nasional untuk memasarkan produk teh herbal. Dari 13 jenis teh herbal yang diproduksi dan dipasarkan, 7 di antaranya termasuk best seller. Bahan baku teh herbal tersebut bersumber dari kebun tanaman obat organik di Desa Bengkel, Buleleng yang mengoleksi ratusan jenis tanaman.
Selain itu bekerjasama dengan petani setempat untuk memasok bahan baku serta mendatangkan dari Jawa untuk memproduksi teh herbal Daun Jati Cina. Perusahaan yang berbasis obat-obatan terbesar di Bali itu terus mengintensifkan penelitian dan pengembangan tanaman herbal. Di Kalimantan misalnya ada tanaman yang disebut tongkat ali sangat bagus untuk meningkatkan vitalitas, menjaga kesehatan tetap prima hal itu sekarang sedang diteliti manfaatnya untuk teh herbal.
Penelitian telah dilakukan selama enam bulan dan sejumlah negara juga menggunakan bahan yang sama, karena tanaman tersebut mengandung afrodisiak yang memiliki turunan senyawa tanin, alkaloid, saponin dan senyawa yang dapat melancarkan peredaran darah. Pihaknya telah mengajukan proses perizinan kepada Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) Denpasar, bersamaan dengan beberapa jenis teh herbal lainnya, namun teh dari bahan akar Tongkat Ali menjadi prioritas pertama untuk segera diproduksi dan diluncurkan.
Bahan baku yang khusus didatangkan dari Kalimantan itu diharapkan bisa berkesinambungan, karena tanaman Tongkat Ali sudah dibudidayakan masyarakat setempat, sehingga pemanfaatannya tidak mengganggu kelestarian lingkungan. Akar Tongkat Ali itu rasanya sangat pahit dalam proses produksi dicampur dengan bahan herbal lainnya sehingga mampu mengurangi rasa pahit tanpa mempengaruhi khasiatnya. Produk dalam kemasan teh herbal Tongkat Ali tidak perlu dicampur gula dapat dikonsumsi pria dua kali sehari secara berkesinambungan.
Tongkat Ali yang juga dikenal dengan nama Pasak Bumi merupakan salah satu tanaman yang memiliki banyak manfaat dan aman untuk ramuan yang kemudian dikonsumsi. Di Indonesia sendiri, pasak bumi dikenal sebagai salah satu tanaman yang akarnya dapat dijadikan obat herbal. Manfaat dan khasiat Tongkat Ali juga untuk obat malaria, anti kanker, memperlancar darah, anti kanker darah, meningkatkan daya tahan tubuh, menurunkan kadar gula, mengobati maag dan ampuh mengatasi demam.
Selain itu kebun tanaman obat yang dirawat secara khusus pada hamparan yang berterasering (undag-undag) seluas 8 hektar di Desa Bengkel, Buleleng sebagai sumber bahan baku memproduksi teh herbal. Kebun yang mengoleksi 315 jenis tanaman obat itu telah melakukan panen perdana tanaman benalu, juga sebagai bahan baku pembuatan teh herbal. Pohon benalu (Dendrophthoe pentandra) yang diburu dari berbagai daerah di pesisir utara Pulau Bali dikembangkan sejak tiga tahun yang lalu (2016) pada tanaman Turi (gala-gala) yang didatangkan secara khusus dari Kabupaten Gunung Kidul, Yogyakarta.
Tanaman turi yang dibawa itu sebanyak 50-100 pohon yang ditanam di kebun Desa Bengkel ternyata sangat cocok karena benalu dapat tumbuh dengan subur. Benalu yang kini diintensifkan pengembangannya sebagai bahan baku teh herbal juga tumbuh subur pada pohon mengkudu, kemiri, jeruk dan pohon bunga delima.
Tanaman benalu yang telah dipanen perdana itu sebagai bahan baku teh herbal yang memiliki kasiat untuk kesehatan. Antara lain, menghambat dan menghentikan pertumbuhan sel kanker, sebagai anti oksidan (penyerap racun) dan mengontrol kadar kolesterol dalam darah.
Teh herbal sebagai minuman dengan izin produk industri rumah tangga (PIRT) yang diproduksi sesuai kebutuhan ijin dan daya serap pasar. Masyarakat Bali dan Indonesia selama ini melihat teh herbal sebagai pengganti jamu yang diminum dengan menyeduh herbal kering ke dalam air panas.
Masyarakat nusantara dari Sabang sampai Merauke sudah terbiasa minum jamu dan teh herbal sehingga pemasarannya cukup mudah dilakukan. Kualitas produk teh herbal sangat ditentukan oleh mutu bahan baku dan teknologi dalam pemerosesannya. Teh herbal sangat bagus diminum setiap hari dalam keadaan hangat untuk menghangatkan badan dan membuang banyak keringat setelah berolahraga, minum saat istirahat, kapanpun bisa dinikmati dengan dicampur sedikit gula maupun tanpa pemanis, ujar Pak Oles.
.
Source & Photo :
PakOles
.
Visit Our Bio Link :
.
Comments